Sumber: sbobetindo.org |
Sudah menjadi semacam hukum bisnis dan ekonomi di dalam dunia penyiaran televisi, setiap acara live selalu mempertimbangkan rating dan animo penontonnya. Rating tinggi berarti disukai penonton, sehingga banyak sponsor yang ingin masuk, tujuan akhir (keuntungan hak siar) akan tercapai. Dengan rating tinggi, acara layak dipertahankan dan akan dievaluasi jika terjadi kejenuhan dan penurunan rating. Seringkali rating tinggi tidak terlalu mempedulikan edukasi dan moralnya, yang penting tayangan tersebut disukai masyarakat dan bernilai jual tinggi.
Contoh hak siar yang sering menjadi lahan potensial rebutan stasiun televisi kelas kakap adalah pertandingan sepak bola (biasanya siaran langsung). Harga untuk membeli hak siar liga favorit tentunya sangat mahal, apalagi pertandingan yang disiarkannya adalah tim besar. Siaran yang disajikan sudah pasti siaran langsung, tidak peduli jika harus ditayangkan dini hari, sebab jika siaran ulang, tentunya menyebabkan animo penonton berkurang dan rating akan menurun. Harga yang mahal harus ditebus harus dengan rating yang harus tinggi. Jika rating tinggi didapat, maka banyak iklan yang masuk, uang dari iklan itulah yang menutupi modal bahkan mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Dengan rating tinggi itulah, penonton diharapkan bisa loyal dan biasanya mampu menyisihkan stasiun televisi kompetitor dengan acara lain yang bukan live.
Biasanya jadwal pertandingan disusun di waktu prime time, baik weekday maupun weekend. Prime time terbaik menurut saya adalah pulang kerja, sekitar jam 17-21. Bahkan, untuk kompetisi terbaik dunia, waktu dinihari di Indonesia juga merupakan prime time. Apalagi jika bulan suci Ramadan tiba, siaran live sepak bola saat dini hari (sahur) adalah hal yang sangat dinantikan di tengah acara tv lain yang rata-rata hiburan dan lawak, walaupun ada juga unsur edukasi dan dakwah (walaupun itu jarang).
Sepak bola sendiri merupakan olahraga terpopuler di dunia, hanya beberapa negara saja (seperti AS) yang tidak menjadikan sepak bola sebagai olahraga terpopuler, karena di bawah bayang-bayang olahraga basket. Karena itulah, sepak bola sudah dijadikan industri bagi banyak negara. Banyak yang menggantungkan hidup dari sepak bola, mulai dari pedagang kecil, UMKM, pelaku sepak bola itu sendiri, stasiun televisi yang menyiarkan, dan pebisnis kelas kakap. Diupdate 2 Februari 2018: Bagi stasiun televisi, menyiarkan sepak bola harus dipikirkan ratingnya bakal tinggi atau tidak? tim yang bertanding bisa menarik sponsor atau tidak? antusiasme penonton di televisi maupun stadion bakal tinggi atau tidak? Bakal aman dan nyaman disiarkan atau tidak? Jika tidak direncanakan dengan baik, bukannya rating tinggi dan keuntungan yang didapat, melainkan rating rendah dan kemungkinan nombok menjadi besar. Contoh: Di Indonesia, sebelum kompetisi liga resmi dimulai, sering diadakan turnamen pramusim. Nah, pihak stasiun televisi sangat mengharapkan tim-tim besar yg bisa menarik sponsor, dan rating tinggi itu tetap bisa lolos fase penyisihan grup demi keuntungan yg diharapkan tetap terjaga. Jika tidak, alamat bakal ada keuntungan yg hilang. Kita lihat saja di Piala Presiden 2018 fase grup kemarin. Persib (disebut2 sebagai tim dgn penarik sponsor dan bernilai bisnis terbesar di Indonesia) tampil buruk dan tersisih di penyisihan grup, tentunya memendam kekecewaan, tidak hanya bagi bobotoh, suporter setianya, tapi juga stasiun televisi yang menyiarkan Piala Presiden dan Panpel stadion. Ujung2nya apantusiasme penonton menurun dan rating menurun, walau mgkn bisa terobati krn msh ada tim lain spt Arema yg bisa menarik sponsor juga masih berjuang di Piala Presiden, tapi tetap ada keuntungan yang hilang.
Rating tinggi memang hanya berlaku untuk tim-tim besar dan terkenal. Sedangkan untuk tim-tim kecil, mereka sudah kalah rating sebelum memulai pertandingan, sehingga kemungkinan kecil untuk disiarkan (jika disiarkan pun lawannya harus tim besar dan populer). Ujung-ujungnya, pemasukan dari hak siar sangat kecil, dan membuat tim-tim tersebut sulit bersaing, baik secara finansial maupun prestasi. Ini mungkin salah satu dampak negatif dari sistem kapitalisme, yang kaya makin kaya, yang miskin tetap miskin, yang klub kaya makin kaya, yang klub gurem tetap gurem...Solusinya bagaimana, ganti sistemnya, perlu ada pemerataan, jangan tim kecil diabaikan, baru disiarkan kalau lawannya tim besar yang menjual. Tapi, lagi-lagi ujung-ujungnya adalah duit. Kalau tim yang bertanding keduanya tim kecil, lalu disiarkan, biasanya yang jadi keluhan adalah rating rendah, pemasukan buat tv minim, malah nombok, sehingga mereka berpikiran lebih baik tidak usah disiarkan dan cari acara lain saja yang ratingnya lebih baik.
Diupdate 14 April 2018:
Hak siar pertandingan sepak bola kelas kakap, baik nasional, maupun internasional hampir pasti menjadi milik stasiun tv kelas kakap pula. Di sini bentuk ketidakadilan kembali terjadi, stasiun tv gurem tidak mendapatkan apa2 dan semakin tidak dilirik oleh penonton. Kalau memang ada pemerataan keadilan, itu stasiun tv pemegang hak siar kasih lah beberapa pertandingan, ya katakanlah bukan big match, tapi pertandingan tingkat medioker, saya yakin stasiun TV gurem dengan senang hati menyiarkan pertandingan tsb. Tentunya hrs membayar hak siar kpd pemegang hak siar. Biasanya kendala stasiun tv gurem adalah jangkauan siaran, tapi itu bisa diatasi kalau ada kerja sama yang menguntungkan dengan stasiun TV kelas kakap. Saya yakin, stasiun TV gurem akan naik kasta, mulai dilirik penonton, sedangkan stasiun TV kelas kakap juga smkn eksis. Tapi yand terjadi sekarang ketidakadilan, stasiun TV kelas kakap mikirin dirinya sendiri, demi rating besar dan duit, sdgkn stasiun TV kls gurem spt hidup segan mati tak mau, tapi masih ada hehe..
Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima Kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com
Sepak bola sendiri merupakan olahraga terpopuler di dunia, hanya beberapa negara saja (seperti AS) yang tidak menjadikan sepak bola sebagai olahraga terpopuler, karena di bawah bayang-bayang olahraga basket. Karena itulah, sepak bola sudah dijadikan industri bagi banyak negara. Banyak yang menggantungkan hidup dari sepak bola, mulai dari pedagang kecil, UMKM, pelaku sepak bola itu sendiri, stasiun televisi yang menyiarkan, dan pebisnis kelas kakap. Diupdate 2 Februari 2018: Bagi stasiun televisi, menyiarkan sepak bola harus dipikirkan ratingnya bakal tinggi atau tidak? tim yang bertanding bisa menarik sponsor atau tidak? antusiasme penonton di televisi maupun stadion bakal tinggi atau tidak? Bakal aman dan nyaman disiarkan atau tidak? Jika tidak direncanakan dengan baik, bukannya rating tinggi dan keuntungan yang didapat, melainkan rating rendah dan kemungkinan nombok menjadi besar. Contoh: Di Indonesia, sebelum kompetisi liga resmi dimulai, sering diadakan turnamen pramusim. Nah, pihak stasiun televisi sangat mengharapkan tim-tim besar yg bisa menarik sponsor, dan rating tinggi itu tetap bisa lolos fase penyisihan grup demi keuntungan yg diharapkan tetap terjaga. Jika tidak, alamat bakal ada keuntungan yg hilang. Kita lihat saja di Piala Presiden 2018 fase grup kemarin. Persib (disebut2 sebagai tim dgn penarik sponsor dan bernilai bisnis terbesar di Indonesia) tampil buruk dan tersisih di penyisihan grup, tentunya memendam kekecewaan, tidak hanya bagi bobotoh, suporter setianya, tapi juga stasiun televisi yang menyiarkan Piala Presiden dan Panpel stadion. Ujung2nya apantusiasme penonton menurun dan rating menurun, walau mgkn bisa terobati krn msh ada tim lain spt Arema yg bisa menarik sponsor juga masih berjuang di Piala Presiden, tapi tetap ada keuntungan yang hilang.
Rating tinggi memang hanya berlaku untuk tim-tim besar dan terkenal. Sedangkan untuk tim-tim kecil, mereka sudah kalah rating sebelum memulai pertandingan, sehingga kemungkinan kecil untuk disiarkan (jika disiarkan pun lawannya harus tim besar dan populer). Ujung-ujungnya, pemasukan dari hak siar sangat kecil, dan membuat tim-tim tersebut sulit bersaing, baik secara finansial maupun prestasi. Ini mungkin salah satu dampak negatif dari sistem kapitalisme, yang kaya makin kaya, yang miskin tetap miskin, yang klub kaya makin kaya, yang klub gurem tetap gurem...Solusinya bagaimana, ganti sistemnya, perlu ada pemerataan, jangan tim kecil diabaikan, baru disiarkan kalau lawannya tim besar yang menjual. Tapi, lagi-lagi ujung-ujungnya adalah duit. Kalau tim yang bertanding keduanya tim kecil, lalu disiarkan, biasanya yang jadi keluhan adalah rating rendah, pemasukan buat tv minim, malah nombok, sehingga mereka berpikiran lebih baik tidak usah disiarkan dan cari acara lain saja yang ratingnya lebih baik.
Diupdate 14 April 2018:
Hak siar pertandingan sepak bola kelas kakap, baik nasional, maupun internasional hampir pasti menjadi milik stasiun tv kelas kakap pula. Di sini bentuk ketidakadilan kembali terjadi, stasiun tv gurem tidak mendapatkan apa2 dan semakin tidak dilirik oleh penonton. Kalau memang ada pemerataan keadilan, itu stasiun tv pemegang hak siar kasih lah beberapa pertandingan, ya katakanlah bukan big match, tapi pertandingan tingkat medioker, saya yakin stasiun TV gurem dengan senang hati menyiarkan pertandingan tsb. Tentunya hrs membayar hak siar kpd pemegang hak siar. Biasanya kendala stasiun tv gurem adalah jangkauan siaran, tapi itu bisa diatasi kalau ada kerja sama yang menguntungkan dengan stasiun TV kelas kakap. Saya yakin, stasiun TV gurem akan naik kasta, mulai dilirik penonton, sedangkan stasiun TV kelas kakap juga smkn eksis. Tapi yand terjadi sekarang ketidakadilan, stasiun TV kelas kakap mikirin dirinya sendiri, demi rating besar dan duit, sdgkn stasiun TV kls gurem spt hidup segan mati tak mau, tapi masih ada hehe..
Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english) dan ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan). Semoga bermanfaat. Terima Kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1. Silakan berkomentar secara bijak
2. Terbuka terhadap masukan untuk perbaikan blog ini
3. Niatkan blogwalking dan saling follow blog sebagai sarana silaturahim dan berbagi ilmu/kebaikan yang paling simpel. Semoga berkah, Aamiin :)😇
4. Ingat, silaturahim memperpanjang umur...blog ;)😜