Omnibus Law berasal dari bahasa latin omnis berarti banyak. Biasanya dikaitkan dengan kata law. Omnibus Law merupakan penyederhanaan undang-undang yang mencakup banyak aspek dari berbagai aturan hukum untuk digabung menjadi satu undang-undang. Karena itulah, sering disebut juga Hukum Sapu Jagat. Tujuannya adalah untuk merampingkan regulasi dan birokrasi agar lebih efektif, menghindari tumpang tindih suatu aturan, dan memperbaiki iklim investasi serta daya saing bangsa. Contoh Omnibus Law di Indonesia adalah sektor perpajakan dan sekarang yang sedang viral tentang cipta kerja.
Pada tanggal 5 Oktober 2020, DPR RI akhirnya mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Omnibus Law Undang-Undang (UU) Ciptaker. Aturan tersebut berisi lebih dari 1000 halaman, 15 bab, dan 174 pasal. Hanya 2 fraksi (dari total 9 fraksi) yang menolak dengan tegas pengesahan UU tersebut.
Omnibus Law UU Ciptaker meliputi 11 pembahasan:
- Penyederhanaan perizinan berusaha
- Persyaratan investasi
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengadaan lahan
- Investasi dan proyek pemerintahan
- Kawasan ekonomi
(Sumber: Kompas.com)
Pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker menimbulkan pro dan kontra. Di sini, penulis berusaha netral dan tidak memihak.
Pihak yang Pro
- Demi kemudahan investasi dengan membereskan aturan yang tumpang tindih dan berpotensi menimbulkan ambigu serta salah persepsi
- Investor tidak lagi diliputi perasaan was-was karena dasar hukumnya sudah jelas dan mengacu pada satu undang-undang saja. Ujung-ujungnya tenaga kerja yang terserap lebih banyak
- Berpengaruh positif terhadap harga saham-saham kawasan industri yang melesat cukup signifikan
- Jaminan untuk korban PHK yang dinamakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai bagian dari program BPJS Ketenagakerjaan, meliputi pesangon, pelatihan kerja, dan informasi bursa kerja
- Memangkas regulasi, birokrasi, dan perizinan. Usaha mikro dibebaskan dari biaya perizinan dan usaha kecil diberikan keringanan biaya perizinan. Biaya pendirian perseroan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diringankan. Di sisi lain kompetensi tenaga kerja lokal akan semakin ditingkatkan
- Dengan memangkas birokrasi, potensi korupsi bisa diminimalisir, syukur-syukur dihilangkan total
- Kemudahan dalam mendirikan koperasi primer, dulu menurut UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian membutuhkan 20 orang, sekarang dengan Omnibus Law UU Ciptaker cukup 9 orang
- Peluang koperasi untuk memanfaatkan teknologi melalui buku daftar anggota secara elektronik dan rapat anggota secara daring
- Penguatan prinsip usaha syariah pada koperasi
- Insentif pajak dan fiskal, kemudahan akses pasar, peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta sertifikasi halal gratis untuk UMKM
- Percepatan membangun rumah MBR untuk masyarakat berpenghasilan rendah
- Investasi asing hanya untuk usaha besar dan hanya boleh bermitra dengan koperasi serta UMKM
- Upah minimum dikecualikan untuk usaha mikro dan kecil demi menjaga eksistensi usaha mikro dan kecil
- Perlindungan sosial bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perlindungan sosial berupa jaminan sosial, pengaturan uang lembur, dan jam kerja, seperti yang didapatkan pekerja tetap
(Sumber: koran Kompas tentang wawancara khusus dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah serta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki).
Di Balik Unjuk Rasa Berikut Pengamanannya yang Serius, Selalu Ada Saja yang Kocak |
Pihak yang Kontra
- Ada aspirasi buruh yang dianggap belum tersampaikan oleh DPR. Sekalipun ada fraksi yang memperjuangkan, power-nya sangat lemah
- Setelah sepekan disahkan (sampai tanggal 11 Oktober 2020), draf final Omnibus Law UU Ciptaker belum bisa diakses publik (laman dpr.go.id). Padahal antara pengesahan dan draf final itu umumnya sepaket. Hal ini membuat masyarakat kesulitan mengkritisi aturan tersebut secara keseluruhannya dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aturan tersebut
- Pesangon dikurangi dari awalnya 32 kali upah tergantung masa kerja menjadi 25 kali upah, dengan 6 kalinya dibayar lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
- Baru dapat kompensasi minimal 1 tahun. Kasihan buat pekerja yang dikontrak di bawah 1 tahun
- Mencemaskan kaum petani karena Omnibus Law UU Ciptaker mengubah salah satu isi pasal dalam UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan di mana impor pangan yang tadinya alternatif jika sumber utama yaitu hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak terpenuhi, sekarang diubah bahwa impor pangan menjadi kebutuhan utama bersama hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Alasannya, memenuhi tuntutan WTO, organisasi perdagangan dunia demi melancarkan era perdagangan bebas yang tentu saja membuat para pelaku usaha lokal di bidang pertanian semakin menderita
- Syarat tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia akan dipermudah. Tentunya ini sinyal yang kurang baik bagi tenaga kerja lokal
- UMK dibuat bersyarat dan tidak diatur secara nasional, melainkan diserahkan kepada Gubernur masing-masing
- Upah pekerja di sektor usaha kecil boleh di bawah upah minimum dengan dalih menyelamatkan usaha kecil tersebut. Jelas bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di mana tidak boleh ada pekerja mendapatkan upah di bawah upah minimum
- Upah masa cuti berpotensi dihilangkan karena tidak dijelaskan secara rinci. Bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan bahwa pegawai yang cuti (istirahat) berhak mendapatkan upah
- Kontrak kerja seumur hidup menipiskan harapan untuk diangkat sebagai pegawai tetap
- Outsourcing seumur hidup dan batasan outsorcing tidak dibatasi pada 5 pekerjaan seperti dulu. Tapi kalau outsourcing-nya seperti pesepakbola top Cristiano Ronaldo itu lain cerita🤪
- Memungkinkan tenaga kerja asing menduduki jabatan tertentu, kecuali jabatan personalia
- Waktu kerja yang eksploitatif. Pengusaha sektor tertentu diberi hak untuk menambah waktu kerja di luar yang telah ditetapkan
- Seharusnya fokus dulu ke penanganan Covid-19 karena ujung-ujungnya untuk meningkatkan kepercayaan internasional. Kalau sudah begitu, investor akan berdatangan ke Indonesia. Baru merampungkan Omnibus Law UU Ciptaker
- Kekhawatiran terjadinya desentralisasi dimana sejumlah kewenangan pemerintah daerah ditarik ke pusat. Akibatnya, otonomi daerah terhambat. Padahal, otonomi daerah penting untuk pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dan pemerataan wilayah. Perlu ada Peraturan Pemerintah agar terhindar dari resentralisasi
- Penyederhanaan syarat dasar perizinan menimbulkan kekhawatiran akan adanya pengecualian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) selama usahanya sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Jika terlalu tergesa-gesa menetapkan pengecualian AMDAL, dikhawatirkan malah menimbulkan bencana alam baru yang bermula dari pengalihan fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukannya
- Pembuatan Omnibus Law UU Ciptaker dinilai tidak terbuka dan menutup diri dari partisipasi publik. Padahal keterbukaan dan partisipasi publik dalam suatu penyelenggaraan negara (seperti pembuatan undang-undang) menjadi bagian dari demokrasi yang diatur dalam UUD 1945
(sumber: detikFinance dan koran Kompas).
Walaupun Omnibus Law UU Ciptaker sudah disahkan oleh DPR pada tanggal 5 Oktober 2020, aturan tersebut belum bisa berlaku karena masih menunggu keputusan akhir Presiden Jokowi. Batas waktu keputusan akhir tersebut maksimal sebulan setelah aturan disahkan DPR, yaitu tanggal 5 November 2020.
Penulis dalam posisi netral dan tidak memihak manapun. Baik yang pro maupun kontra memiliki kekuatan argumen masing-masing. Namun, pengesahan suatu UU wajib memperhatikan aspirasi semua pihak terkait, tidak hanya pemerintah, pengusaha, dan investor saja, tetapi juga tenaga kerja (terutama buruh) itu sendiri. Memang keputusan akhir seringkali tidak memuaskan seluruh pihak, tetapi setidaknya ada upaya keras untuk mengakomodir semua pihak agar pihak yang masih dirugikan akhirnya memakluminya. Begitupun pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh jalur yang dibenarkan oleh hukum, misal berunjuk rasa (sebagai bagian kebebasan berpendapat) sesuai aturan dan melakukan uji materi terhadap pasal dari suatu undang-undang yang dipermasalahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), tentunya uji materi baru bisa dilakukan setelah Omnibus Law UU Ciptaker mendapatkan pengesahan dari Presiden RI maksimal 5 November 2020. Terakhir, untuk pihak aparat kepolisian dalam mengamankan aksi unjuk rasa hendaknya lebih mengedepankan tindakan preventif, humanis, agamis, dan hal-hal kekinian yang sekiranya disukai milenial (yang umumnya menjadi penggerak aksi unjuk rasa), sehingga tindakan represif bisa diminimalisir.
Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan & kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah & solusi kelistrikan), dan keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya: