Tidak terasa, pada tanggal 17 Agustus 2024, Indonesia merayakan hari kemerdekaan ke-79. Apakah rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka, khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum? Ironisnya, sampai saat ini penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan dan belum merdeka. Terkadang koneksi, uang, dan power bisa melindungi pelaku dan memunculkan ketidakadilan. Yang melanggar hukum terkadang malah lebih galak daripada yang taat hukum (biasanya di jalan raya). Hukum tumpul ke bawah tapi tajam ke atas. Bagi masyarakat lemah yang berbuat jahat, dihukum seadil-adilnya, bahkan berlebihan. Tapi tidak berlaku bagi pelaku kejahatan yang kaya dan punya power. Hal tersebut bukan hanya untuk pelaku kejahatan, tapi juga keluarga korban yang mencari keadilan. Contoh kita ambil empat kasus hukum terdekat yang kontroversial dan viral:
1. Kasus korupsi 271 triliun rupiah yang begitu lambat penanganannya. Ada kesan para pelaku yang orang kaya tetap terlihat happy tanpa ada rasa bersalah, toh anggapan publik jika nanti tinggal di penjara pun, penjaranya bisa dibeli dan disulap seperti kamar hotel, serta keistimewaan lainnya. Apakah hukuman yang paling ditakutkan koruptor berupa pemiskinan aset dan harta koruptor akan diberlakukan? Sangat jauh berbeda jika yang ditangkap maling kelas teri, sudah dihakimi massa, ya harus dipenjara yang kumuh, penuh, sempit, dan kurang layak. Dipenjara pun masih di-bully oleh narapidana senior. Hukumannya pun bisa lebih berat dari koruptor kelas kakap dan penegakan hukumnya sangat cepat
2. Kasus salah tangkap terhadap Pegi Setiawan, dituduh sebagai dalang pembunuhan Vina dan sempat mendekam di penjara. Uniknya pembebasan Pegi Setiawan dilakukan 2 minggu setelah tayangan film bioskop Vina Sebelum 7 Hari yang begitu viral (tayang mulai tanggal 8 Mei 2024) dan mendapat perhatian publik. Kinerja penyidik kepolisian dikritik dinilai ceroboh dalam menangkap seseorang. Pegi Setiawan bukanlah seorang yang kaya dan punya power, tapi terlihat dia orang baik. Mungkin karena itu pulalah, Allah Swt menolong beliau dengan diviralkannya kasus tersebut sehingga membuat banyak pihak yang bersimpati dan membela Pegi Setiwan. Akhirnya kebenaran itu terbukti dan ditetapkanlah putusan praperadilan untuk membebaskan Pegi Setiawan (tentunya harus ada ganti rugi yang setimpal selama Pegi dipenjara dan dipulihkan nama baiknya). Bagaimana jika tidak viral beritanya? bagaimana jika tidak dibuatkan filmnya yang juga viral? akan lain endingnya bukan?
3. Kasus penipuan dengan korban 189 jemaah umrah menjerat terdakwa pemilik Biro Umrah PT. Goldy Mixalmina Kudus, Zyuhal Laila Nova, yang hanya divonis tiga tahun penjara, mengembalikan uang tunai 160 juta rupiah dan sepeda motor kepada para korban. Ironisnya, terdakwa sempat berjoget setelah menerima vonis tersebut. Padahal, kerugian para korban mencapai 4,9 miliar rupiah. Para korban dan netizen pun geram dengan vonis hukuman ringan tersebut. Mengapa vonis hukumannya bisa ringan?
4. Ronald Tannur, terdakwa pembunuhan Dini Sera hingga tewas, tiba-tiba divonis bebas tidak bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, dengan hakim utama Erintuah Damanik. Berbeda dengan pembebasan Pegi Setiawan yang memang sudah seharusnya, maka pembebasan Ronald Tannur menuai kontroversi. Banyak kejanggalan keputusan hakim ini, mulai dari alibi yang dibuat-buat (seperti ada yang ditutup-tutupi), sampai keberadaan pelaku memang dari keluarga kaya dan punya power, yaitu anak dari anggota DPR RI fraksi PKB, Edward Tannur, sehingga diduga ada indikasi suap kepada hakim dan mempermainkan hukum untuk membebaskan terdakwa. Hal tersebut jelas-jelas mencederai keadilan hukum dan menyakiti masyarakat.
Solusi penegakan hukum di Indonesia agar bisa merdeka:
1. Sarana pengaduan diperbanyak dan harus responsif, baik dari pihak pengadilan sampai kepolisian. Diperbanyak pun belum cukup, tapi harus responsif dan memberikan solusi. Kini, di zaman teknologi informasi, instansi yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pelayanan publik wajib memiliki website, email, whatsapp, dan media sosial lainnya
2. Kontrol sosial. Dulu, sebelum ada internet dan media sosial, maka kontrol sosial terbaik ada di media massa, baik media cetak maupun televisi. Sekarang, di zaman teknologi informasi, kontrol sosial ada di netizen, dengan catatan kasusnya harus viral terlebih dahulu. Sudah banyak sanksi sosial dari netizen yang membuat oknum aparat penegak hukum dan pejabat publik harus berurusan dengan hukum, bahkan reputasinya rusak begitu saja akibat ketahuan melanggar hukum. Bahkan ada survei bahwa netizen Indonesia menjadi salah satu yang paling kepo dan memiliki ketikan terpedas di dunia. Ketika ada pejabat yang berprestasi, akan dipuji habis-habisan, tapi sebaliknya jika ada yang melanggar hukum dan menyakiti rakyat, maka akan di-bully habis-habisan, bahkan sampai keluarganya yang tidak tahu apa-apa kena juga. Cara menjadi viral umumnya harus ada inisiatif dari korban atau bisa juga warga sekitar yang sengaja merekam kejadian, lalu mengirimkan rekaman tersebut ke media terpercaya secara online. Rekaman boleh diviralkan karena terdesak, seperti ada ketidakadilan dan kejahatan di situ, tapi jika tidak darurat tentunya tidak boleh diviralkan begitu saja (bisa melanggar hukum dan privasi oranglain), kecuali sudah mendapat izin dari pihak yang direkam. Di samping itu, kontrol sosial juga berasal dari wartawan dan akademisi yang berani, cerdas, serta kritis
3. Meningkatkan peran atau partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum. Tidak hanya sebatas membantu memviralkan ketidakadilan atau kejahatan, tapi juga dari pihak berwenang memberikan reward yang menggiurkan. Atau sederhananya, ketika ada warga diminta menjadi saksi kunci, umumnya akan keberatan, tapi jika diapresiasi dan diberikan reward khusus akan lebih merasa dihargai dan akan patuh. Contoh lain, ketika warga sipil dengan keberanian luar biasa berhasil melumpuhkan penjahat bersenjata itu juga harus diapresiasi
4. Perlindungan khusus kepada warga biasa yang sedang membantu mengusut ketidakadilan. Seringkali warga biasa ingin cari aman dan menghindari untuk berurusan dengan mereka yang sedang berkonflik, sehingga pura-pura tidak mengetahui kasusnya, padahal tahu betul kasusnya
5. Penegakan hukum yang baik harus berbanding lurus dengan pemenuhan HAM (Hak Asasi Manusia). Saat ini, terkadang penegakan hukum khususnya terhadap masyarakat kecil cenderung tidak memenuhi HAM, sehingga menimbulkan perlawanan
6. Adanya sistem penilaian kepada hakim misalnya, yang penilaiannya diserahkan ke publik, seperti halnya customer memberi rating ke driver online. Hanya customer di sini adalah keluarga korban yang sedang mencari keadilan
7. Cobalah untuk para pelaku kejahatan, khususnya kejahatan kelas kakap diwajibkan meminta maaf kepada publik dan pihak-pihak yang terzalimi, begitupun oknum penegak hukum seperti oknum polisi yang berbuat kejahatan misalnya, meminta maaf di depan publik, kepada keluarga korban yang terzalimi, rekan sekerjanya, dan pemimpin institusi yang sudah berupaya amanah. Ini yang saya lihat sangat jarang dilakukan di negeri ini, mengakui kesalahan dan meminta maaf, seperti merasa gengsi. Padahal sikap tersebut bisa secara perlahan memulihkan kepercayaan publik
8. Meningkatkan kerja sama antara lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Pengadilan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Idealnya juga sudah terintegrasi secara online
9. Digitalisasi sistem penegakan hukum harus lebih baik dan terintegrasi. Misal antara pengadilan dengan kepolisian. Hal ini penting untuk memudahkan pihak yang berperkara dan mengurangi penggunaan kertas berkas dokumen yang tidak ramah lingkungan. Sistem rating dan pengaduan online seperti contoh sebelumnya juga harus dikembangkan
10. Kerja sama dan studi banding dengan negara lain yang sudah lebih maju sistem hukum berikut kepatuhan hukumnya, seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia. Sistem ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) diperlukan di sini, disesuaikan dengan kondisi bangsa dan karakteristik masyarakatnya
11. Jika di dalam internal lembaga penegak hukum masih ada bibit-bibit KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), jangan harap keadilan hukum bisa ditegakkan. Pendidikan moral harus semakin digalakkan, dikombinasikan dengan pendidikan agama yang berkaitan dengan akhlak. Jika pejabatnya saja masih banyak yang KKN, maka jangan heran masyarakat akan mencontohnya. Idealnya, setiap lembaga penegak hukum wajib memiliki tokoh teladan yang dihormati dan disegani, dapat menjadi contoh bagi anak buahnya.
Sumber: Akun Twitter Mahfud MD |
Semoga saja penegakan hukum di Indonesia semakin adil, baik, dan merdeka ke depannya. Semua pihak terkait harus introspeksi dan mau mendengar masukan pihak lain. Semoga saja aparat penegak hukum semakin amanah ke depannya. Terakhir, semoga kita semua sebagai warga Indonesia yang baik benar-benar sudah merdeka di segala bidang kehidupan. Aamiin. Merdeka⚖️🇮🇩.
Silakan mampir juga ke blog saya yang kedua (tentang kesehatan dan kemanusiaan, full text english), ketiga (tentang masalah dan solusi kelistrikan), serta keempat (tentang hewan peliharaan). Semoga bermanfaat. Terima kasih. Berikut link-nya:
Blog 2: healthyhumanityvicagi.blogspot.com
Blog 3: listrikvic.blogspot.com
Blog 4: petsvic.blogspot.com